Jumat, 06 Januari 2012

Anak Desa

(Bagian  1)         
              Di sebuah desa nan jauh di sana hiduplak sebuah keluarga dalam gubuk kecil yang terbuat dari bambu dan beratapkan rumput kering yang serba kekurangan dalam mengarungi kehidupan untuk sekedar mengisi perut. Tiap hari keluarga itu hanyalah mengharapkan hasil dari buruh tani kecil dengan hasil yang didapat sangat pas-pasan dalam memenuhi kebutuhan sekeluarga. Ayahnya bernama pak Paimo dengan bentuk badan yang sedang dengan rambut lurus. Mirah (sang ibu) dengan penuh sabar mendampingi suami (pak Paimo) serta mengurus putranya yang semata wayang bernama Arya yang kini telah berusia 12 tahun, adalah usia yang baru saja menamatkan bangku sekolah dasar.
           Ditengah kelulusan siswa seorang anak buruh tani yang serba pas-pasan itu kini ternyata mendapat hasil yang sangat cemerlang. Dengan prestasi yang tinggi jauh dari teman-temannya, semua ini dilakukannya dengan rajin belajar. setiap pulang sekolah. Semua pelajaran yang telah didapat dari bangku sekolah tak ketinggalan sesampai di rumah selalu dipelajarinya kembali. Begitu juga dengan pelajaran yang akan disampaikan oleh guru untuk hari esoknya ia selalu tak pernah ketinggalan untuk membuka kembali, walaupun dengan apa adanya yang dimiliki oleh orang tuanya. Tak  ada pekerjaan lain yang dilakukan oleh Arya selain belajar dan membantu orang tua di sela-sela waktu senggangnya. Semua ini karena sudah menjadi cita-cita si Arya yang ingin menunjukkan bahwa dirinya walaupun anak seorang buruh tani namun yakin bahwa dirinya juga tak ketinggalan belajar dengan anak-anak yang mempunyai ekonomi di atasnya. Sifat rajin belajar dan selalu berdoa kepada Alloh itulah yang dilakukannya selesai sholat lima waktu.
           Suatu ketika Arya ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi atau SMP. Namuh dia selalu berfikir dan bertanya dalam hati " Apakah aku bisa ya melanjutkan sekolah di SMP , padahal orang tuaku kan tidak mempunyai biaya untuk aku melanjutkan ke SMP ?, perasaan itu selalu dia pendalam dalam hati dan tak disampaikan kepada orang tuanya karena dia tahu betul bahwa orang tuanya tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah ke SMP. Arya merasa sedikit mempunyai rasa sedih bila ia melihat teman-temannya yang bisa  melanjutkan sekolah sedangkan dirinya tidak tahu bagaimana nasibnya nanti. 
          "Arya, anakku,..... janganlah kamu merasa sedih nak bila tidak bisa melanjutkan sekolah ke SMP, ayah memahami maksud dan keinginan nak Arya kok. Semua ini adalah salah bapak. Bapak merasa tidak mampu lagi menyekolahkan mu karena hidup kita begini adanya " (kata sang ayah dengan nada sedih sambil meneteskan air mata kesedihan karena melihat anaknya tidak melanjutkan sekolah). "Orang tua mana yang tak ingin melihat anaknya melanjutkan sekolah yang lebih tinggi yang merupakan kebanggan orang tua nak, maafkanlah ayah nak ".
            "Benar kata ayahmu nak Arya,...kita memang tidak punya apa-apa yang dapat kita pergunakan untuk membiayai sekolahmu nanti bila kamu melanjutkan sekolah di SMP nak" (sahut ibu dengan nada lemah lembut dan penuh kesabaran sambil mengelis dada tanda kesedihan dalam dirinya)
            Mendengar kata-kata kedua orang tuanya itu si Arya lalu terdiam diri. Dalam hatinya membenarkan dan mau menerima keadaan orang tuanya apa yang baru saja disampaikan oleh kedua orang tuanya tadi.  Kemudian ia mencoba memberanikan diri untuk menyampaikan maksudnya.
           "Ayah, Ibu,  maafkan Arya....ya, Arya juga memahami keadaan kita semua ini. Ayah dan ibu memang tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah saya. Oleh karena itu saya mohon maaf kalau saya terlalu merepotkan ayah dan ibu. Dan saya juga walaupun tidak melanjutkan sekolah ke SMP ya...gak apa-apa kok. Saya memahami dan menerima keadaan kita ini. Semua telah digariskan oleh Alloh kok. Biarlah saya akan membantu ayah dan ibu dirumah saja", kata Arya dengan nada lembut yang disampaikan kepada kedua orang tuanya. 
           Hari telah larut malam dalam keadaan sunyi senyap dan tak terdengar suara apapun juga. Udara di luar terasa lebih dingin dan kabut pun mulai turun. Keluarga pak Paimo di tengah-tengah dalam tidur yang lelap tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Dilihatnya jam telah menunjukkan kira-kira pukul 03.00 wite. Perlahan mereka  bangun kemudian  menuju tempat air dan langsung ia berwudhu yang seperti biasanya sering dilakukan oleh keluarga pak Paimo untuk selalu mengerjakan sholat malam (tahajud) yang juga diikuti oleh istri dan anaknya. Mereka bertiga dalam satu keluarga secara berjamaah melaksanakan sholat yang dipimpin oleh ayahnya sebagai imam.
           Dalam sholat tahajud mereka memohon kepada Alloh bahwa dalam hidup mereka yang selalu bersyukur akan segala rahmat dan karunia dari Alloh yang telah mereka terima dengan senang hati tanpa ada rasa sedih." Kemiskinan hidup di dunia bukanlah berarti bahwa sama dengan kemiskinan yang diterima dalam hidup di akhirat kelah. Kita boleh miskin harta hidup di dunia ini karena hidup di dunia ini hanyalah sementara. Tapi kalau kita rajin beribadah dalam menjalankan kewajiban kita kepada Alloh, insya Alloh kita nanti di akhirat akan merasa hidup lebih tenang. Dalam hidup ini hendaknya kita selalu menjalaninya dengan kebenaran, kejujuran, dan dengan seadil-adilnya. Kita selalu memberikan rasa sopan dan santun kita kepada sesama manusia, menjauhkan sejauh-jauhnya rasa sombong dan dengki yang ada dalam diri kita. Bahkan kita harus berbuat baik sesama manusia. Yang penting jangan ada rasa untuk menyakiti sesama manusia dalam hidup ini ".  Kata-kata semacam inilah yang selalu ditanamkan oleh pak Paimo kepada putranya yang bernama Arya selesai melaksanakan sholat.
           Keluarga pak Paimo memang terkenal keluarga yang rajin menjalankan ibadah sholat. Selain itu juga mereka suka menolong sesama orang walaupun dalam kehidupan yang serba pas-pasan. Semua ini dilakukannya dengan rasa ikhlas.